Rabu, 22 April 2015

BERCANDA MENYEMBUNYIKAN SANDAL TEMAN
Bolehkah menyembunyikan sendal, jam tangan, barang yang ia lupa namun hanya sekedar bercanda? Seperti ini kerjaan sebagian kita dahulu. Kadang cuma bercanda dan sekedar lelucon, namun sampai membuat orang lain susah dan sedih.
Dari ‘Abdullah bin As Sa’ib bin Yazid, dari bapaknya, dari kakeknya, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَأْخُذَنَّ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ أَخِيهِ لاَعِبًا وَلاَ جَادًّا
Tidak boleh seorang dari kalian mengambil barang saudaranya, baik bercanda maupun serius.” (HR. Abu Daud no. 5003 dan Tirmidzi no. 2160. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Orang yang mengambil hendaklah mengembalikan barang yang disembunyikan lalu meminta maaf. Dalam riwayat lain disebutkan,
وَمَنْ أَخَذَ عَصَا أَخِيهِ فَلْيَرُدَّهَا
Siapa yang mengambil tongkat saudaranya, hendaklah ia mengembalikannya” (HR. Abu Daud no. 5003)
Kita sering dahulu melihat ada yang melakukan seperti itu. Ada yang sengaja menyembunyikan sendal temannya di masjid . Ketika yang punya barang keluar, ia pun kebingungan. Nah, ketika sudah pada puncak kebingungan setelah sejam mencari, barulah barang miliknya dikembalikan. Hal ini tidaklah dibolehkan. Sampai-sampai Imam Abu Daud (Sulaiman bin Al Asy’ats As Sajistaniy) membuat bab tersendiri dalam kitab sunannya dengan membawakan hadits-hadits yang penulis sebutkan di atas. Beliau membuat judul bab, “Siapa yang mengambil barang orang lain dalam rangka bercanda.”

Dalam ‘Aunul Ma’bud karya Al ‘Azhim Abadi disebutkan, “Kalau mengambil barang orang lain bukan dalam rangka bercanda, jelas terlarang karena termasuk dalam kategori mencuri. Adapun jika mengambilnya hanya ingin bercanda saja, maka seperti itu tidak bermanfaat. Bahkan seperti ini hanya menimbulkan kemarahan dan menyakiti orang yang punya barang.” (‘Aunul Ma’bud, 13: 250-251)
Dalam hadits disebutkan bahwa yang diambil dan disembunyikan adalah sebuah tongkat. Barang tersebut dianggap sebagai barang yang tafih (sepele). Namun jika menyembunyikan yang sepele seperti ini saja tidak boleh walau bercanda, apalagi yang lebih berharga dari itu. Demikian penjelasan dalam Tuhfatul Ahwadzi, 6: 380.
Juga ada keterangan dalam Tuhfatul Ahwadzi bahwa tujuan menyembunyikan barang milik orang lain di situ bukanlah maksud untuk mencuri, tujuannya hanya menimbulkan amarah orang lain. Itu namanya bermain-main dengan mencuri, namun termasuk serius membuat orang lain marah, menakut-nakuti serta menyakitinya.
Membuat orang lain takut walau maksudnya bercanda termasuk dosa. Pernah di antara sahabat Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam berjalan bersama beliau, lalu ada seseorang di antara mereka yang tertidur dan sebagian mereka menuju tali yang dimiliki orang tersebut dan mengambilnya. Lalu orang yang punya tali tersebut khawatir (takut). Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا
Tidak halal bagi seorang muslim menakut-nakuti muslim yang lain.” (HR. Abu Daud no. 5004 dan Ahmad 5: 362. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan). Al Munawi menyatakan bahwa jika dilakukan dengan bercanda tetap terlarang karena seperti itu menyakiti orang lain. Lihat ‘Aunul Ma’bud, 13: 251.
Yang dahulu pernah melakukan seperti itu, maka minta maaflah pada saudaranya dan banyaklah bertaubat.
Semoga bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

Referensi:

‘Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud, Abu ‘Abdirrahman Saroful Haqq Muhammad Asyrof Ash Shidiqi Al ‘Azhim Abadi, terbitan Darul Faiha’, cetakan pertama, tahun 1430 H.
Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jaami’ At Tirmidzi, Abul ‘Ulaa Muhammad ‘Abdurrahman bin ‘Abdurahim Al Mubarakfuri, terbitan Darul Faiha’, cetakan pertama, tahun 1432 H.

Kamis, 09 April 2015


YUK SHOLAT TASBIH ... !!!

Anjuran shalat tasbih ini sebagaimana yang disabdakan oleh Baginda Rasulullah SAW dalam sebuah hadist dari Ibnu ‘Abbas:

 عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ الله ُعَنْهُ: أَنََّ رَسُوْلُ اللهِ صَلََّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلََّمَ قَالَ لِلْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَلِّبْ: يَا عَبَّاسُ يَا عَمَّاهْ !! أَلاَ أُعْطِيْكَ؟ أَلاَ أُمْنِحُكَ؟ أَلاَ أُحِبُّكَ؟ أَلاَ أَفْعَلُ بِكَ عَشَرَ خِصَالٍ, إِذَا أَنْتَ فَعَلْتَ ذَلِكَ غَفَرَ اللهُ لَكَ ذَنْبِكَ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ, قَدِيْمَهُ وَحَدِيْثَهُ, خَطْأَهُ وَعَمْدَهُ, صَغِيْرَهُ وَكَبِيْرَهُ, سِرَّهُ وَعَلاَنِيَّتَهُ. عَشَرَ خِصَالٍ, أَنْ تُصَلِّيْ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ تَقْرَأُ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَسُوْرَةً, فَإِذَا فَرَغْتَ مِنَ الْقِرَاءَةِ فِي أَوَّلِ رَكْعَةٍ, وَأَنْتَ قَائِمٌ قُلْتَ سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاََّّ اللهِ وَالله ُأَكْبَرُ خَمْسَ عَشْرَةَ مَرَّةً, ثُمَّ تَرْكَعُ فَتَقُوْلُهَا وَأَنْتَ رَاكِعٌ عَشْرًا, ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ الرُّكُوْعِ فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا, ثُمَّ تَهْوِيْ سَاجِدًا فَتَقُوْلُهَا وَأَنْتَ سَاجِدٌ عَشْرًا, ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ السُّجُوْدِ فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا, ثُمَّ تَسْجُدُ فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا, ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا, فَذَلِكَ خَمْسٌ وَسَبْعُوْنَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ تَفْعَلُ ذَلِكَ فِي أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ, إِذَا اسْتَطَعْتَ أَنْ تُصَلِّيْهَا فِي كُلِّ يَوْمٍ مَرَّةً فَافْعَلْ, فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِيْ كُلِّ جُمْعَةٍ مَرَّةً, فَإِنْ لََمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ شَهْرٍ مَرَّةً, فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي كُلِّ سَنَةِ مَرَّةً, فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِي عُمْرِكَ مَرَّةً. 

Artinya: “Dari Ibnu ‘Abbâs, bahwasanya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada ‘Abbâs bin ‘Abdul Muththalib, ‘Wahai ‘Abbas, wahai pamanku, maukah kamu apabila aku beri? Bolehkah sekiranya aku beri petunjuk padamu? Tidakkah kau mau? saya akan tunjukkan suatu perbuatan yang mengandung 10 keutamaan, yang jika kamu melakukannya maka diampuni dosamu, yaitu dari awalnya hingga akhirnya, yang lama maupun yang baru, yang tidak disengaja maupun yang disengaja, yang kecil maupun yang besar, yang tersembunyi maupun yang nampak.  Semuanya 10 macam. Kamu shalat 4 rakaat. Setiap rakaat kamu membaca Al-Fatihah dan satu surah. Jika telah selesai, maka bacalah Subhanallâhi wal hamdulillâhi wa lâ ilâha illallâh wallahu akbar sebelum ruku’ sebanyak 15 kali, kemudian kamu ruku’ lalu bacalah kalimat itu di dalamnya sebanyak 10 kali, kemudian bangun dari ruku’ (I’tidal) baca lagi sebanyak 10 kali, kemudian sujud baca lagi sebanyak 10 kali, kemudian bangun dari sujud baca lagi sebanyak 10 kali, kemudian sujud lagi dan baca lagi sebanyak 10 kali, kemudian bangun dari sujud sebelum berdiri baca lagi sebanyak 10 kali, maka semuanya sebanyak 75 kali setiap rakaat. Lakukan yang demikian itu dalam empat rakaat. Lakukanlah setiap hari, kalau tidak mampu lakukan setiap pekan, kalau tidak mampu setiap bulan, kalau tidak mampu setiap tahun dan jika tidak mampu maka lakukanlah sekali dalam seumur hidupmu." (HR. Abu Daud no. 1297)
 Dari Anas bin Malik bahwasannya Ummu Sulaim pagi-pagi menemui Baginda Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam seraya berkata, ajarilah saya beberapa kalimat yang saya ucapkan didalam shalatku, maka beliau bersabda:

 كَبِّرِى اللَّهَ عَشْرًا وَسَبِّحِى اللَّهَ عَشْرًا وَاحْمَدِيهِ عَشْرًا ثُمَّ سَلِى مَا شِئْتِ يَقُولُ نَعَمْ نَعَمْ ». قَالَ وَفِى الْبَابِ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو وَالْفَضْلِ بْنِ عَبَّاسٍ وَأَبِى رَافِعٍ. قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ أَنَسٍ حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ. وَقَدْ رُوِىَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- غَيْرُ حَدِيثٍ فِى صَلاَةِ التَّسْبِيحِ وَلاَ يَصِحُّ مِنْهُ كَبِيرُ شَىْءٍ. وَقَدْ رَأَى ابْنُ الْمُبَارَكِ وَغَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ صَلاَةَ التَّسْبِيحِ وَذَكَرُوا الْفَضْلَ فِيهِ. حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ حَدَّثَنَا أَبُو وَهْبٍ قَالَ سَأَلْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الْمُبَارَكِ عَنِ الصَّلاَةِ الَّتِى يُسَبَّحُ فِيهَا فَقَالَ يُكَبِّرُ ثُمَّ يَقُولُ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ ثُمَّ يَقُولُ خَمْسَ عَشْرَةَ مَرَّةً سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ ثُمَّ يَتَعَوَّذُ وَيَقْرَأُ (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ) وَفَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَسُورَةً ثُمَّ يَقُولُ عَشْرَ مَرَّاتٍ سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ ثُمَّ يَرْكَعُ فَيَقُولُهَا عَشْرًا. ثُمَّ يَرْفَعُ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ فَيَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ يَسْجُدُ فَيَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ يَرْفَعُ رَأْسَهُ فَيَقُولُهَا عَشْرًا ثُمَّ يَسْجُدُ الثَّانِيَةَ فَيَقُولُهَا عَشْرًا يُصَلِّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ عَلَى هَذَا فَذَلِكَ خَمْسٌ وَسَبْعُونَ تَسْبِيحَةً فِى كُلِّ رَكْعَةٍ يَبْدَأُ فِى كُلِّ رَكْعَةٍ بِخَمْسَ عَشْرَةَ تَسْبِيحَةً ثُمَّ يَقْرَأُ ثُمَّ يُسَبِّحُ عَشْرًا فَإِنْ صَلَّى لَيْلاً فَأَحَبُّ إِلَىَّ أَنْ يُسَلِّمَ فِى الرَّكْعَتَيْنِ وَإِنْ صَلَّى نَهَارًا فَإِنْ شَاءَ سَلَّمَ وَإِنْ شَاءَ لَمْ يُسَلِّمْ. قَالَ أَبُو وَهْبٍ وَأَخْبَرَنِى عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِى رِزْمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّهُ قَالَ يَبْدَأُ فِى الرُّكُوعِ بِسُبْحَانَ رَبِّىَ الْعَظِيمِ وَفِى السُّجُودِ بِسُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى ثَلاَثًا ثُمَّ يُسَبِّحُ التَّسْبِيحَاتِ. قَالَ أَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ وَحَدَّثَنَا وَهْبُ بْنُ زَمْعَةَ قَالَ أَخْبَرَنِى عَبْدُ الْعَزِيزِ وَهُوَ ابْنُ أَبِى رِزْمَةَ قَالَ قُلْتُ لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُبَارَكِ إِنْ سَهَا فِيهَا يُسَبِّحُ فِى سَجْدَتَىِ السَّهْوِ عَشْرًا عَشْرًا قَالَ لاَ إِنَّمَا هِىَ ثَلاَثُمِائَةِ تَسْبِيحَةٍ. 

Artinya: "Bertakbirlah kepada Allah sebanyak sepuluh kali, bertasbihlah kepada Allah sepuluh kali dan bertahmidlah (mengucapkan alhamdulillah) sepuluh kali, kemudian memohonlah (kepada Allah) apa yang kamu kehendaki, niscaya Dia akan menjawab: ya, ya, (Aku kabulkan permintaanmu)." (perawi) berkata, dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Ibnu Abbas, Abdullah bin Amru, Al Fadll bin Abbas dan Abu Rafi'. Abu Isa berkata, hadits anas adalah hadits hasan gharib, telah diriwayatkan dari Nabi Shallahu 'alaihi wa sallam selain hadits ini mengenai shalat tasbih, yang kebanyakan (riwayatnya) tidak shahih. Ibnu Mubarrak dan beberapa ulama lainnya berpendapat akan adanya shalat tasbih, mereka juga menyebutkan keutamaan shalat tasbih. Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin 'Abdah Telah mengabarkan kepada kami Abu Wahb dia berkata, saya bertanya kepada Abdullah bin Al Mubarak tentang shalat tasbih yang didalamnya terdapat bacaan tasbihnya, dia menjawab, ia bertakbir kemudian membaca Subhaanaka Allahumma Wa Bihamdika Wa Tabaarakasmuka Wa Ta'ala Jadduka Walaa Ilaaha Ghairuka kemudian dia membaca Subhaanallah Walhamdulillah Wa Laailaaha Illallah Wallahu Akbar sebanyak lima belas kali, kemudian ia berta'awudz dan membaca bismillah dilanjutkan dengan membaca surat Al fatihah dan surat yang lain, kemudian ia membaca Subhaanallah Walhamdulillah Wa Laailaaha Illallah Wallahu Akbar sebanyak sepuluh kali, kemudian ruku' dan membaca kalimat itu sepuluh kali, lalu mengangkat kepala dari ruku' dengan membaca kalimat tersebut sepuluh kali, kemudian sujud dengan membaca kalimat tersebut sepuluh kali, lalu mengangkat kepalanya dengan membaca kalimat tersebut sepuluh kali, kemudian sujud yang kedua kali dengan membaca kalimat tersebut sepuluh kali, ia melakukan seperti itu sebanyak empat raka'at, yang setiap satu raka'atnya membaca tasbih sebanyak tujuh puluh lima kali, disetiap raka'atnnya membaca lima belas kali tasbih, kemudian membaca Al Fatehah dan surat sesudahnya serta membaca tasbih sepuluh kali-sepuluh kali, jika ia shalat malam, maka yang lebih disenagi adalah salam pada setiap dua raka'atnya. Jika ia shalat disiang hari, maka ia boleh salam (di raka'at kedua) atau tidak. Abu Wahb berkata, telah mengabarkan kepadaku 'Abdul 'Aziz bin Abu Rizmah dari Abdullah bahwa dia berkata, sewaktu ruku' hendaknya dimulai dengan bacaan Subhaana Rabbiyal 'Adziimi, begitu juga waktu sujud hendaknya dimulai dengan bacaan Subhaana Rabbiyal A'la sebanyak tiga kali, kemudian membaca tasbih beberapa kali bacaan. Ahmad bin 'Abdah berkata, Telah mengabarkan kepada kami Wahb bin Zam'ah dia berkata, telah mengabarkan kepadaku 'Abdul 'Aziz dia adalah Ibnu Abu Zirmah, dia berkata, saya bertanya kepada Abdullah bin Mubarak, jika seseorang lupa (waktu mengerjakan shalat tasbih) apakah ia harus membaca tasbih pada dua sujud sahwi sebanyak sepuluh kali-sepuluh kali? Dia menjawab, tidak, hanya saja (semua bacaan tasbih pada shalat tasbih) ada tiga ratus kali. (HR. Tirmidzi no. 481) Kedua hadits di atas adalah hadits yang menjelaskan tata cara shalat tasbih. Intinya, shalat tasbih dilakukan dengan 4 raka’at. Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa shalat tasbih jumlahnya empat raka’at dan tidak boleh lebih dari itu. -